SINDENTNEWS.COM. KERINCI. Perkembangan Kasus ditangani Kejaksaan Negeri (Kerjari) Sungai Penuh, terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kerinci, Tujangan Perumahan Dinas, yang diduga kerugian Negera sekitar 14,4 Miliar, mendapat perhatian dan selalu dipantau perkembangan.
“Seperti dari warga masayarakat Kerinci diperatau atau diluar daerah, terus mengikuti dan memantau perkembangannya, sejuh mana tindak lanjutnya, penyelidikan PihK kejari Sungai Penuh, sejak bergulir dari bulan Mei 2022 lalu dan hampir 7 bulan berjalan, “kata Buya.
‘Jika terbukti, hasil penyidikan oleh Tim Kejari Sungai Penuh terhadap , anggoita DPRD Kerinci, Kita sangat sesalkan, seharus anggota DPRD menjalankan fungsi pengawasan terhadap kerja eksekutif ,justru sebaliknya, ini memalukan, tidak saja diri sendiri, bahkah berdampak terhadap keluarga, karena perbuatan yang tidak dapat mempertanggung jawabkan,”Tegas Buya.
“Dikutip dari pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), bentuk korupsi anggota Dewan daerah diantaranya yaitu penyalahgunaan anggaran dan terjadi dalam tugas dan kewenangan yang dimiliki DPRD, yaitu pengawasan, penyusunan anggaran, dan pembuatan peraturan..
Biasa Besaranan tindakan itu, sangat bergantung pada kedudukan anggota tersebut dalam DPRD. Tentu jatah untuk pimpinan DPRD atau fraksi lebih besar daripada anggota biasa, ini terbukti dengan Besar Tunjungan Rumah Dinas anggota DPRD Kerinci, Untuk Pimpinan atau Ketua Rp 9.378.600,- Juta rupiah perbulan, untuk Unsur wakil Pimpinan 3 orang menerima .Rp 8.206.275,- Juta Rupiahn Perbulan, sedangan Anggota menerima Rp 7.033.950,- juta rupuiah Perbulan.
ICW juga menpresdiksikan, Setidaknya ada lima modus korupsi yang umumnya dilakukan anggota DPRD diantaranya Pertama, menerima suap untuk memuluskan laporan pertanggungjawaban kepala daerah atau penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kedua, menambah pendapatan anggota dan pimpinan Dewan secara tidak sah melalui pos anggaran DPRD. Ketiga, menitipkan proyek atau alokasi khusus melalui anggaran yang diusulkan pemerintah. Keempat, penggunaan dana APBD tidak sesuai peruntukan dan tanpa bukti pendukung. Kelima, suap dalam proses penyusunan dan pengesahan sebuah peraturan daerah.
“ Dari lima indikasi tersebut, dikutif dari Situs Komisi Pembratas Korupsi (KPK) dan Situs Pemerintah Kabupaten Kerinci ada 4 regulasi Pencairan Tunjang Rumah Dinas. Produk hukumnya adalah Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 8 Tahun 2017, tentang Hak Keuangan dan Adminstrsai Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kerinci. Dan Peraturan Bupati (PERBUB) nomor 22 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Pelaksanaan (TIM REDAKSI).